Batam, Nagoyapos — Aktivitas di PT Esun Internasional Utama, perusahaan pengolahan limbah elektronik yang berlokasi di kawasan Seilekop, Sagulung, Batam, masih terpantau berjalan hingga Kamis (9/10). Padahal, perusahaan ini sedang menjadi sorotan nasional setelah rencana penyegelan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bulan lalu batal dilakukan.
Pantauan di lokasi menunjukkan lalu lintas truk dan kendaraan operasional keluar-masuk area perusahaan masih normal. Namun, ketika awak media mencoba meminta konfirmasi, pihak perusahaan memilih bungkam.
Petugas keamanan hanya menyarankan agar konfirmasi dilakukan ke kantor pusat PT Esun di Sekupang, yang hingga berita ini diterbitkan belum memberikan tanggapan resmi.
Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar di tengah masyarakat Sagulung. Sudah hampir sebulan sejak mencuatnya dugaan impor limbah elektronik berbahaya dari Amerika Serikat, namun belum ada kejelasan mengenai hasil penyelidikan maupun langkah hukum yang diambil terhadap perusahaan tersebut.

Aktifitas pekerja menyortir limbah elektronik di gudang tanpa nama Tanjung Uncang, Batam (ist)
Warga Mulai Gelisah: “Kami Takut Ada Dampak Lingkungan”
Ilham, warga Seilekop, mengaku resah dengan situasi yang tidak menentu.
“Kami hanya ingin tahu kelanjutannya seperti apa. Jangan dibiarkan berlarut karena masyarakat takut akan dampak lingkungan,” ujarnya.
Penyegelan Batal, KLH Alasan Masih Ada Pendalaman
Rencana penyegelan PT Esun sebenarnya dijadwalkan dilakukan pada 22 September 2025 oleh Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq dalam kunjungan kerjanya ke Batam. Namun, agenda itu mendadak dibatalkan.
Hanif beralasan, pembatalan dilakukan karena tim KLH masih melakukan pendalaman penyelidikan terhadap dokumen dan bukti impor limbah elektronik.
“Proses hukum tetap berjalan. Kami mendalami kembali agar tidak ada langkah yang terlewat. Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Basel, jadi tidak boleh ada perlintasan limbah berbahaya lintas negara,” tegas Hanif.
Menteri Hanif juga membantah isu bahwa penyegelan dibatalkan karena adanya tekanan atau ancaman massa di depan lokasi.
“Bukan karena tekanan pihak tertentu. Kami hanya memastikan seluruh proses hukum berjalan sesuai aturan,” katanya.
Jejak Limbah Elektronik Asal Amerika di Batam

Tim Gakkum KLH dan Bea Cukai memeriksa isi kontainer yang diduga mengandung limbah elektronik berbahaya (dok bea cukai batam)
Kasus ini bermula dari temuan 73 kontainer berisi limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) berupa electronic waste (e-waste) ilegal asal Amerika Serikat yang masuk melalui Pelabuhan Batu Ampar.
Hasil pemeriksaan Bea Cukai Batam menyebutkan bahwa kontainer-kontainer tersebut terafiliasi dengan tiga perusahaan di Batam:
1. PT Logam Internasional Jaya.
2. PT Esun Internasional Utama Indonesia.
3. PT Batam Battery Recycle Industry.
Isi kontainer berupa circuit board, kabel karet, CPU, hard disk, dan oli bekas—semuanya masuk kategori limbah B3 jenis B107d dan A108d.
Menurut UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kegiatan impor limbah berbahaya dapat dijerat hukuman pidana penjara 5–15 tahun dan denda Rp5–15 miliar.
DPRD Batam Akan Panggil Tiga Pengusaha
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam melalui Komisi III memastikan akan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk memanggil tiga perusahaan yang terlibat dalam dugaan impor limbah berbahaya tersebut.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Batam, H. Arlon Veristo, mengatakan jadwal RDP sedang disusun.
“Rencananya iya, kami akan gelar RDP. Saat ini kami lagi atur waktu dengan kawan-kawan di komisi,” ujarnya.
Politisi Partai NasDem itu juga menegaskan perlunya peningkatan fungsi pengawasan di pintu masuk Batam.
“Kami meminta Bea Cukai Batam dan pengelola pelabuhan memaksimalkan pengawasan. Khusus di Pelabuhan Batu Ampar, pengawasan pintu masuk dan keluar harus benar-benar diperketat,” tegasnya.
Polda Kepri: Menunggu Hasil Kajian KLH dan BP Batam
Sementara itu, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kepri menyatakan masih menunggu hasil kajian teknis dari KLH, BP Batam, dan Bea Cukai sebelum mengambil langkah hukum.
“Kami masih menunggu hasil dari kementerian teknis. Kalau nanti ada indikasi pelanggaran, tentu bisa ditindaklanjuti,” ujar Kombes Silverster Simamora, Direktur Krimsus Polda Kepri.
Menurutnya, izin dan pengawasan impor limbah berada di bawah kewenangan kementerian teknis. Namun, pihaknya tetap melakukan pemantauan agar tidak ada pelanggaran hukum dalam prosesnya.
Sumber Internasional: Laporan Berasal dari Basel Action Network
Menariknya, dugaan masuknya limbah elektronik ke Batam awalnya diungkap oleh Basel Action Network (BAN), sebuah organisasi nirlaba internasional yang fokus pada pencegahan ekspor limbah berbahaya dari negara maju ke negara berkembang.
Setelah laporan diterima, KLH bersama Bea Cukai langsung melakukan verifikasi lapangan dan menemukan bahwa Batam menjadi salah satu titik tujuan kiriman limbah ilegal tersebut.
“Ini harus segera kami tuntaskan, mengingat Batam adalah wilayah strategis berdekatan dengan Singapura. Tata lingkungan di Batam harus kuat dan bersih,” kata Hanif.
Penutup: Misteri yang Belum Terjawab
Hingga kini, aktivitas di PT Esun Batam masih berjalan seperti biasa, meski status hukumnya belum jelas. Sementara masyarakat terus menanti kepastian dari pemerintah pusat maupun daerah.
Apakah Batam sedang menghadapi ancaman baru dari limbah berbahaya yang lolos ke kawasan industri?
Publik menanti jawaban dari Kementerian Lingkungan Hidup, Bea Cukai, dan aparat penegak hukum. (tim)