Jakarta, Nagoyapos – Di sebuah ruang rapat berpendingin udara di Jakarta, beberapa perwira tinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI) tampak berdiskusi serius. Di layar besar terpampang peta Timur Tengah—Gaza, sebuah wilayah kecil yang selama puluhan tahun menjadi saksi penderitaan dan harapan. Di sanalah, jika mandat resmi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turun, Pasukan Garuda Indonesia akan dikirim.
Bukan untuk berperang. Tapi untuk menjaga kehidupan. Untuk menghadirkan kembali makna damai.
Misi yang Lebih dari Sekadar Penugasan
Mayjen (Mar) Freddy Ardianzah, Kepala Pusat Penerangan TNI, berbicara dengan nada tegas namun penuh empati. “TNI siap digerakkan kapan pun,” ujarnya seperti dikutip republika, Sabtu (11/10/2025).
Namun di balik kata “siap”, ada kerja panjang yang sudah dimulai jauh sebelum berita gencatan senjata antara Hamas dan militer Israel (IDF) menggema di dunia internasional.
TNI bersama Polri dan sejumlah kementerian telah melakukan rapat koordinasi intensif. Dari logistik, perlengkapan medis, hingga pelatihan psikologis bagi pasukan—semua dipersiapkan.
“Kami tidak tahu kapan mandat itu akan datang. Tapi ketika datang, TNI harus sudah siap,” tambah Freddy.
Bagi mereka yang terlibat, misi ini bukan sekadar tugas. Ini adalah panggilan nurani bangsa yang sejak lama berdiri di sisi kemanusiaan.
Jejak Panjang Pasukan Garuda

Pasukan Garuda dalam menjaga perbatasan Lebanon-israel dalammis Unifil PBB (ist)
Nama Pasukan Garuda bukan nama baru di panggung perdamaian dunia. Dari Mesir pada 1957, Kongo, Libanon, hingga Sudan Selatan, seragam hijau loreng dengan bendera merah putih di lengan selalu membawa pesan yang sama: Indonesia datang untuk damai.
Kini, ketika dunia menatap Gaza—wilayah yang porak poranda oleh perang dan kesedihan—Indonesia kembali dipanggil.
“Ini bukan soal politik. Ini tentang manusia,” ujar seorang perwira muda yang ikut dalam persiapan misi, saat ditemui di markas TNI.
“Kami tahu risikonya besar, tapi kami juga tahu apa artinya harapan bagi anak-anak di Gaza yang ingin tidur tanpa suara bom.”
Prabowo dan Komitmen Indonesia di Panggung Dunia
Dalam Sidang Umum PBB beberapa waktu lalu, Presiden Prabowo Subianto berbicara lantang: Indonesia siap menjadi bagian dari solusi perdamaian dunia.
Tak hanya kata-kata, Prabowo menegaskan komitmen nyata: 20 ribu pasukan perdamaian Indonesia siap diterjunkan ke berbagai negara yang berkonflik, termasuk Gaza dan kawasan Ukraina-Rusia.
“Indonesia tidak akan diam. Kami akan hadir, bukan hanya dengan kata-kata, tapi dengan aksi nyata,” tegas Prabowo di hadapan para pemimpin dunia.
Bukan hanya pasukan, Indonesia juga bersiap memberikan bantuan materiil dan logistik kemanusiaan—mulai dari rumah sakit lapangan, tenda pengungsian, hingga pasokan air bersih.
Ketika Bendera Merah Putih Berkibar di Tanah Perdamaian
Bagi prajurit yang kelak akan berangkat, setiap misi perdamaian memiliki makna yang sangat pribadi.
Di barak-barak latihan, ada wajah-wajah muda yang bercampur antara bangga dan cemas. Mereka tahu mereka akan melangkah ke wilayah yang masih penuh ketidakpastian. Tapi mereka juga tahu—setiap langkah berarti bagi orang lain yang membutuhkan perlindungan.
Membawa Cita-cita Bangsa ke Dunia
Misi ini bukan hanya soal TNI atau pemerintah. Ini adalah refleksi dari jati diri Indonesia yang sejak kemerdekaannya berjanji “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.”
Dan ketika mandat dari PBB benar-benar turun, dunia akan kembali melihat bendera merah putih berkibar di antara bendera biru PBB—sebuah simbol bahwa dari Asia Tenggara, ada bangsa yang tetap percaya bahwa perdamaian bukanlah utopia, tapi sesuatu yang bisa diperjuangkan.
Satu Langkah untuk Dunia
Kini, semuanya tinggal menunggu satu hal: komando dari Presiden Prabowo Subianto dan mandat resmi dari PBB. Begitu itu datang, Pasukan Garuda akan berangkat—membawa doa, keberanian, dan semangat bangsa Indonesia ke Gaza.
Karena bagi mereka, perdamaian bukan sekadar tugas negara. Itu adalah panggilan hati. (tim)